Selasa, 19 Juni 2012

Jejak Raja Pagaruyung di Sulawesi

Jakarta, Padek—Tinta seja¬rah terkadang luput men¬catat na¬ma-nama penting. Nama Nu¬rudin Mahkota Alam Maharaja Pagaruyung tidak familiar di telinga orang Minang, Sum¬bar. Namun bagi Kerajaan Goa, Su¬lawesi, Nurudin punya jasa be¬sar. Nurudin diduga me¬ru¬pa¬kan ayah kandung dari Tuan¬ku Imam Bonjol yang m¬e¬nyiar¬kan Islam sampai ke Su¬lawesi. Penelitian sejarah jarang m¬e¬nyebutkan namanya dalam pe¬¬nyebaran Islam di Nu¬san¬tara pada abad 14-16. Na¬mun pe¬n¬eliti Lembaga Ilmu Penge¬t¬¬a¬huan Indonesia (LIPI), me¬ne¬mukan data penting menge¬n¬ai sepak terjang Nurudin. Setelah mempejari tambo, arsip di Leiden dan sejumlah manuskrip ilmiah, peneliti LIPI menemukan bahwa di Su¬lawesi, keturunan Tuanku Imam Bonjol memiliki jejak peninggalan penting. Peneliti LIPI juga mene¬mu¬kan asumsi bahwa Datuk Nu¬rudin Mahkota Alam Ma¬harajo Pagaruyung yang ber¬makam di Sandrobone, Su¬la¬wesi Selatan, adalah ayah Tuan¬ku Imam Bonjol. Hal itu terungkap pada seminar tokoh Minangkabau di Bekasi, Minggu (17/6). Se¬minar ini digelar Ikatan Ke¬luarga Kabupaten Pasaman (IKKP) Jabodetabek, dan Ika¬tan Pemuda Pemudi Minang¬ka¬bau Indonesia (IPPM). Se¬minar ini bertujuan memba¬ngun kesadaran masyarakat Mi¬nang terhadap sejarahnya. Pembina IKKP dan IPPM, Emileizola mengatakan, Mi¬nang¬¬¬kabau memiliki peran stra¬te¬gis dalam sejarah Nu¬san¬tara. Se¬lain dalam per¬jua¬ngan kemer¬de¬kaan, peranannya yang tak ka¬lah penting adalah mengis¬lam-kan daerah-daerah di Nu¬san¬tara. Sekalipun hal itu tak ter¬catat dalam arsip daerah Sum¬bar, ternyata laporan Ing¬gris dan arsip Leiden yang pernah men¬jajah Indonesia, keberadaan to¬koh Minang ini cukup jelas di¬nya¬takan sebagai tokoh yang ber¬peran besar dalam menyiar¬kan Islam di Sulawesi. “Bahkan, negara-negara te¬tang¬ga mencoba mencari be¬nang merah proses islamisasi di negara mereka ke Minangkabau, akan tetapi mengecewakan, ka¬rena data tak memadai,” kata Emileizola. Kepala Badan Perpustakaan dan Kearsipan Sumbar, Mu¬drika mengatakan, orang Mi¬nang kurang menghargai pe¬ran yang dilakukan para tokoh Mi¬nang dalam penyebaran aga¬ma Is¬lam di Nusantara, ter¬masuk Su¬lawesi. “Kita terka¬dang ku¬rang menghormati tokoh-tokoh Minang, sementara Sulawesi memberi tempat tersendiri bagi orang Minang,” kata Mudrika. Dia menyebut, peran Nuru¬din dalam penyebaran Islam di Sulawesi merupakan penemuan ser-pihan sejarah. Peneliti perlu me¬nelusuri kebenarannya. “Ba¬yangkan, kita hanya tahu Imam Bon¬jol. Tapi pertanyaan asal-usul¬nya tak pernah ada. Me¬mang asal-usulnya tak jelas, se¬hingga banyak pihak yang me¬nga¬ku keturunannya,” ujar Mu¬drika. Peneliti LIPI, Erwiza Erman mengatakan, sejak Aditya¬war¬man turun takhta, sejarah Mi¬nang seolah tak tercatat. Pen¬el¬i¬tiannya menyimpulkan, orang Minang pada abad 15-16 sangat kosmopolitan. Sesuatu yang tak pernah didengar sebelumnya. “Orang Minang itu memang pe-rantau sejak dahulu. Ternyata Su¬lawesi masuk daerah tujuan, ter¬¬bukti dengan kemiripan pro-sesi adat,” ujarnya. Oktober 2011, Erwiza mulai meneliti di Makassar untuk me¬lihat kuburan Datuk Mah¬kota yang tak memiliki nisan. Tak ingin sekadar berpatokan kepa¬da kuburan, dia menelusuri lon-tarak atau tambo untuk men¬cari silsilah Datuk Mahkota. Dia juga me¬meriksa jejak-jejak kores-pon¬densi antara raja-raja M¬aka¬¬ss¬ar dengan VOC. Thomas Diaz, pe¬jalan Portugis yang di-tugaskan VOC pernah me¬nyebut-nyebut nama Datuk Mahkota. Meski tambo dikatakan mitos, dia tetap tak surut. Dia kemudian me¬ngait¬kan dengan sejarah tertu¬lis bahwa raja Minang itu adalah se¬¬o¬rang pejalan. Maka, tak meng¬¬¬herankan jika jejak budaya Minang banyak di daerah lain. “Ini membuktikan bahwa raja-raja Minang bukan boneka, yang seperti diceritakan Belan¬da. Padahal, mobilitas orang Minang sudah tinggi sejak abad ke-15. Bukti lain ada di Papua, Raja Ampat. Kenapa bukan Em¬pat,” ujarnya. Raja Goa, Andi Komala Ijo menyebutkan, masyarakat Goa yang mengalami islamisasi dari Mi¬nang sangat menjunjung ting¬gi orang Minang. Terbukti m¬e¬reka rajin berziarah ke pusara Nu¬rudin Mahkota Alam. “Sa¬yangnya, orang Minang sendiri tak ada yang datang ke sini,” katanya. (adv)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar